Masalah Perpajakan dan Analisanya di Indonesia

126 views

Masalah Perpajakan dan Analisanya di Indonesia

Mulai sejak th. 1983 System Perpajakan di Indonesia berpedoman system Self Assesment yang menukar system Official Assestment. Apa ketidaksamaan dari ke-2 system perpajakan itu?

Dalam system Official Assesment, tanggung jawab pemungutan pajak terdapat seutuhnya pada penguasa pemerintahan yang diwakili oleh fiskus seperti tercermin dalam system penetapan pajak yang seutuhnya jadi wewenang administrasi perpajakan. Harus pajak cuma bertindak jadi pembayar jumlah pajak yang terlebih dulu sudah diputuskanoleh fiskus. Sedang Dalam system Self Assesment ada pemberian keyakinan pada Harus Pajak untuk lakukan sendiri keharusan perpajakannya, dari mulai daftarkan diri, lalu mengkalkulasi, menyetor serta memberikan laporan pajak terutangnya.

System Self Assesment memberi konsekwensi yang berat untuk Harus Pajak yg tidak penuhi beberapa keharusan perpajakan yang dibebankan padanya. Dengan automatis, sangsi yang dijatuhkan semakin lebih berat, yaitu berbentuk denda bunga, maupun kenaikan jumlah pajak yang terutang. Dalam banyak hal, bahkan juga hukuman yang dipakai juga akan begitu berat, seperti sandera pajak (gijzeling) maupun pidana pajak. Oleh karenanya, system Self Assessment mewajibkan harus pajak untuk lebih memahami ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku supaya Harus Pajak bisa melakukan keharusan perpajakannya dengan baik.

Ya System Self Assestment memberi keyakinan pada Harus Pajak untuk lakukan sendiri keharusan perpajakannya terutama dalam soal mengkalkulasi. Yang pantas jadi pertanyaan yaitu seberapa besarkah harus pajak itu diakui untuk mengkalkulasi sendiri pajaknya? Disinilah lalu muncul celah-celah yang banyak digunakan untuk ambil keuntungan dalam soal otak-atik pajak terhutang. Tetapi tidak semuanya Harus Pajak pastinya tahu tentang ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia yang dinamikanya selalu berlangsung. Sedang system Self Assestment dengan tanggung jawab juga akan buat Harus Pajak mesti mengerti ketetapan yang berlaku dalam ketentuan perpajakan Indonesia. Ada Juga Harus Pajak yang tidak ingin ambillah pusing serta menyerahkan penghitungan keharusan pajaknya pada perusahaan penyedia layanan keuangan/konsultan untuk perhitungan serta pelaporan pajak.

Apa sajakah celah-celah yang banyak digunakan oleh Harus Pajak dari system Self Assestment ini? (Celah-celah berikut yang lalu banyak meledak jadi masalah Perpajakan yang tidak cuma menyeret Harus Pajak tetapi juga Fiskus (petugas perpajakan).

1. Berburu Status Kurang Bayar pada Pajak Terhutang

Kekurangan system self assestment yaitu dalam soal Pengawasan maupun Kontrol pada Harus Pajak oleh Pemungut Pajak (Fiskus). Hal semacam ini karena sebab jumlah Harus Pajak Automatis semakin banyak dari pada petugas pemungut pajak. Fiskus cuma juga akan lakukan kontrol pada harus pajak yang status pajak terhutangnya yaitu “Lebih Bayar. Bisa berlangsung “Lebih Bayar dalam satu Hutang telah barang pasti jadi hal aneh. Hingga fiskus menyimpulkan kalau berlangsung keruwetan dalam penghitungan pajak terhutang oleh Harus Pajak. Banyak harus pajak yg tidak tahu benar bagaimana sesungguhnya perhitungan pajak terlebih pajak Tahunan. Hingga pada akhirnya harus pajak ini juga pada akhirnya menyerahkan perhitungan pajaknya dengan memakai layanan Keungan untuk penghitungan serta pelaporan pajaknya. Nah, dengan ketrampilan serta kejelian perusahaan penyedia layanan keuangan ini, jadi harus pajak dalam laporan pajaknya semakin banyak ada pada status “Kurang Bayar karna lebih aman. Asumsinya bila bayar hutang kurang kan tinggal bayar kekurangannya saja serta jadi aman dengan kata lain petugas pajak (fiskus) juga akan menilainya kalau neraca keuangan serta laporan pajaknya yaitu Lumrah. Walau sebenarnya belum juga pasti itu yaitu laporan “real.

 

2. Penyembunyian Transaksi “Real dalam penyajian Laporan Keuangan

Kembali pada bagian kontrol pajak bila berlangsung status Lebih Bayar serta menyebabkan Harus Pajak di check habis-habisan neraca keuangan dan transaksi keuangannya oleh petugas pajak, selanjutnya juga akan buat harus pajak berfikir bagaimana langkahnya supaya Laporan itu rapi serta di akhir th. pajak status pajak jadi kurang bayar. Pada akhirnya jadilah neraca keuangan di perusahaan di buat jadi dua versus yakni laporan yang sesungguhnya (umumnya dimaksud laporan internal) serta neraca keuangan untuk petugas pajak (umumnya dimaksud laporan eksternal). Keuntungan perusahaan yang juga akan jadi objek pajak umumnya tersaji dalam laporan intern serta lalu di laporan eksternal (untuk petugas pajak) juga akan terbalik jadi laporan sengan status rugi. Serta penyajian kerugian serta keuntungan ini juga begitu rapi, kenapa? Karna dokumen pendukung berbentuk bon-bon atau faktur dan lain-lain yang berada di dalam kantor perusahaan umumnya yaitu yang mensupport laporan eksternal untuk petugas pajak. Sedang dokumen yang mensupport laporan real tidak tahu bersembunyi dimana.

3. Penyajian Laporan sebisa-bisanya susah dipahami oleh Petugas Pajak

Apakah benar sekian? Ya bila laporan dihidangkan demikian rapi serta direview berulang-kali sebelumnya waktu pelaporan ke kantor pajak tiba, jadi laporan umumnya susah dipahami oleh petugas pajak karna umumnya banyak beberapa arti yang aneh. Serta petugas pajak biasanya cuma lihat tempat rugi atau untung saja segera agree serta plok plok segera stempel sudah di check serta lumrah karna kurang bayar. Ada pula petugas pajak yang pakar serta tahu beberapa trick neraca keuangan pada akhirnya bukannya mengecek jadi menegosiasi laporan itu dengan menakut-nakuti supaya terjadi damai. Damai dalam pengertian akan tidak di check tetapi menyisipkan amplop yang jumlah terkadang wow.

Uraian di atas hanya sebagian analisis sederhana kenapa perpajakan di Indonesia saat ini banyak memetik persoalan. Minimnya pengawasan pada harus pajak yang karena tidak sebandingnya petugas pajak dengan harus pajak yang telah pasti semakin banyak harus pajak memanglah juga akan menyebabkan banyak persoalan baik itu dengan system lama official Assestment ataupun dengan system Self Assestment. Serta benar-benar sangat rumit untuk temukan jalan keluar paling baik dari problematika perpajakan di Indonesia. Yang baik pastinya yaitu jadilah harus pajak yang patuh pajak serta sebisa-bisanya tetaplah pada koridor yang sudah diputuskan. Serta untuk petugas pajak, jangan sampai tergoda dengan iming-iming apa pun yang menggoda dari Harus Pajak yang nakal. Kesenangan cuma sesaat serta tidak akan bijaksana serta jadi begitu merugikan bila pada akhirnya karier yang sekian bagus mesti selesai dibalik jeruji besi. Janganlah Hingga hehehehe.

Sekian analisis sederhana tentang problematika perpajakan di Indonesia.

Masalah Perpajakan dan Analisanya di Indonesia

author
Media Online yang menyediakan Berita serta Liputan yang Akurat dan Fakta secara Cepat

Related Post

Leave a reply